Kamis, 15 Desember 2016

Berjuang Mengikis Stigma Negatif Beting

EntrepeneurKreatif.com- Komunitas Beting Cinta  Qur’an mulai berdiri  sejak 7 april 2016. Gerakan sosial yang diprakarsai oleh Nur Baiti bersama 3 temannya dari FISIP Untan dan IAIN Pontianak ini Berjuang Mengikis Stigma Negatif Beting. Dengan empat  tenaga pengajar termasuk Nur Baiti sendiri Sosiologi Untan,  yang mengajar 4 program utama yakni Program Beting Mengaji (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib), Beting  Menghafal (Senin-Kamis jam 15.30-17.00 wib), Beting Berakting (anak remaja, setiap Jum’at), dan Beting Berjilbab (dalam rangka Hari Tutup Aurat) berkolabori dengan beberapa komunitas dan lembaga lain. Waktu itu ada 90 helai hijab yang dibagikan ke anak-anak perempuan di Beting.  Total  murid sekitar 40 orang dengan rentang usia sekitar  4-16 tahun.




“Kami hanya sebagai penyalur saja. Donaturnya dari pihak lain,” ujar Ainun, sapaan akrab Nur Baiti.

Ainun menceritakan awal mula ia dan teman-temannya berusaha meyakinkan penduduk sekitar agar mengirim anak mereka untuk belajar mengaji secara gratis di Komunitas Beting Cinta  Qur’an.


“Tiga hari sebelum launching komunitas ini, kami menyambangi rumah penduduk dan mengenalkan apa itu Komunitas Beting Cinta Qur’an dan kenapa mereka perlu mengirim anak mereka untuk belajar mengaji dengan kami,” terangnya.



Selain gratis, Al-Qur’an dan Iqro pun sudah tersedia di TPA. Orangtua hanya tinggal mengijinkan anak mereka saja untuk belajar mengaji setiap sore. Di awal memang terjadi penolakan, tapi karena komunitas Beting Cinta Qur’an sering diliput media cetak dan televise, para orangtua perlahan jadi mengenal komunitas ini dan yakin dengan tujuan mulia Ainun dan kawan-kawan dalm mendidik anak-anak mereka.




“Kendala yang kami hadapi adalah minimnya jumlah tenaga pengajar. Selain itu, karena sebagian teman-teman masih berstatus mahasiswa semester akhir yang tengah sibuk menyelesaikan skripsi, pembagian waktu sering keteteran,” ujarnya.

Ke depan, Ainun ingin melembagakan Gerakan Beting Cinta Qur’an tidak hanya fokus di bidang agama saja tapi juga merambah bidang sosial yang lebih luas. Karena pendidikan dan latar belakang keluarga mereka yang membuat mereka seperti ini.  tantangannya adalah bagaimana para pengajar mampu membuat anak-anak mau belajar atas kesadaran sendiri, bukan paksaan dari luar.



Ainun tinggal tidak jauh dari Beting dan banyak keluarganya yang tinggal di kampung itu. Stigma negatif  yang terlanjur dicap masyarakat pada penduduk Kampung Beting sebagai kampung narkoba bahkan membuat sebagian penduduk di sana yang ‘bersih’ juga terkena imbasnya.

“Keluarga saya bahkan harus minjam KTP orang dulu kalau mau mengkredit motor,” ungkapnya. Meskipun begitu, tidak semua menolak KTP atau Kartu Keluarga penduduk Kampung Beting, ada juga yang tetap bersedia menerima.

“Saya peduli karena prihatin dengan masa depan mereka. Mau jadi apa mereka sepuluh tahun ke depan, sedang mereka tidak bisa diterima bekerja di mana pun. Kalau tidak kuat iman, mereka akan menjadi generasi penerus, “ tutup mahasiswi Jurusan Sosiologi Untan ini.


3 komentar: